INTERAKSI SAJAK (2)

Esei: Nanang Suryadi

INTERAKSI SAJAK (2)


Keorisinalan gaya seringkali menjadi beban bagi penyair. Seakan-akan menjadi dosa besar ketika terlihat pengaruh orang lain dalam karyanya. Hal itu diperkukuh dengan vonis-vonis dari kritikus yang cenderung melihat pengaruh orang lain terhadap karya sang penyair sebagai sesuatu yang negatif.

Secara logis, pengaruh orang lain ke dalam karya seorang penyair tidak dapat dihindarkan. Terlebih lagi, sajak adalah hasil interaksi dengan hal-hal di luar diri penyair. Seorang kritikus dapat menelusuri pengaruh-pengaruh tersebut bermula. Ia dapat saja keliru mengidentifikasi. Terlebih lagi di saat sekarang berbagai informasi dari berbagai penjuru dunia demikian banyak, sehingga sangat besar kemungkinan antara identifikasi kritikus terhadap apa yang mempengaruhi karya seseorang bisa meleset. Saya mengandaikan misalnya seorang kritikus menyebut: ada pengaruh Chairil Anwar, Goenawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono, Rendra, Subagio Sastrowardoyo, Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi WM, Afrizal Malna, Dorothea Rosa Herliani dalam karya seseorang, sedangkan sesungguhnya sang penyair jarang membaca sajak-sajak mereka, bisa jadi yang sering dia baca adalah sajak-sajak dari Rummi, Attar, Nietszche, Adonis, Maya Angelou, Emily Dickinson, Edgar Allan Poe, EE Cumming, Pablo Neruda, Octavio Paz, Ezra Pound, Lipo dan banyak lagi penyair-penyair besar dunia lainnya. Dalam hal ini, untuk mengidentifikasi dan membedah karya penyair masa kini akan semakin tidak mudah, karena sebagaimana hypertex dalam dunia internet yang membuka kemungkinan untuk memasuki dunia antah berantah yang masing-masing berbeda dalam penemuannya, maka zigzag perkembangan wawasan dan estetika seorang penyair akan berbalapan dengan sorotan kritikus. Dan hingga saat ini, sepertinya kritikus kita masih selalu berbicara penelusuran ke dalam negeri, locally!

Popular posts from this blog

FENOMENA SASTRA INDONESIA MUTAKHIR: KOMUNITAS DAN MEDIA

Terbit! Buku Puisi: Cinta, Rindu & Orang-orang yang Menyimpan Api dalam Kepalanya

Kemarau