IMPIAN SASTRA DI DUNIA CYBER
Perkembangan sastra Indonesia kita ke depan akan menemui kemungkinan-kemungkinan baru. Jika selama ini para sastrawan hanya menampilkan karyanya pada buku, majalah, koran yang berwujud kertas, maka saat ini kita bisa menemukan karya-karya mereka tersebar di media Internet, sebuah dunia maya, yang menghubungkan satu komputer dengan berjuta-juta komputer lainnya yang sangat mungkin di belahan dunia yang berbeda. Internet merupakan hal yang baru bagi hampir semua orang. Dimulai dari proyek pertahanan Amerika Serikat dan eksperimen di dunia akademis pada tahun 1969 dan semakin populer di akhir abad 20 ketika para kapitalis (pemodal)/ industrialis melihat peluang ini dan semakin memperhebat berbagai fasilitas yang semakin memungkinkan mengawinkan berbagai kemudahan teknologi. Tengok saja TV, telepon, fax, selular, menjadi hibrida teknologi informasi.
Salah satu keunggulan pemanfaatan teknologi Internet adalah adanya pemotongan jalur distribusi. Rentang jalur distribusi pemasaran konvensional yang dulu sangat panjang akan terpotong dengan sendirinya karena produsen akan berhadap-hadapan dengan konsumennya secara langsung baik b to c (bussines to consumer) maupun b to b (business to business). Belum lagi pemanfaatan jaringan (networking) yang akan akan menjadi networking relationship, di mana akan terjadi sinergi dari berbagai potensi yang ada. Dengan menggunakan teknologi Internet ini bisa kita maksimalkan untuk pendistribusian karya sastra ke seluruh penjuru dunia. sesuatu hal yang akan sangat mahal jika dilakukan secara konvensional. E-book, situs, mailing list, e-mail, digital library akan semakin memudahkan kita untuk mengakses banyak informasi dan memperkaya wawasan kita. dan itu harus ada yang memulai, dan harus ada yang terus menerus mengembangkan. Ya, dengan menggunakan internet kita dapat mengatasi kesulitan masalah sosialisasi yang banyak dikeluhkan oleh banyak penulis yaitu dengan cara distribusi langsung ke mailbox-mailbox para pelanggannya atau menyajikan karyanya di situs yang dapat diakses 24 jam sehari semalam. Dalam hal ini penulis dan pembaca akan saling diuntungkan. Penulis dapat menyebarkan karyanya ke banyak orang dan pembaca menerima karya secara langsung dalam kotak surat elektroniknya. Jika karya itu tercantum dalam situs, maka dengan sedikit usaha mencari melalui search engine, maka kita dapat surfing ke berbagai situs yang dibutuhkan tanpa dihalangi oleh keterbatasan waktu dan jarak, yang akan sulit ditemui pada penerbitan, toko buku atau perpustakaan konvensional.
Lintas informasi yang sangat cepat antar komputer yang terhubung dalam jaringan Internet ini menciptakan fenomena-fenomena baru, baik yang baik maupun yang buruk. Bagaimana seorang sastrawan harus menyikapi media Internet ini? Konon, seorang sastrawan kondang dari belahan dunia Barat sana pernah apriori dan alergi dengan media bernama Internet ini. Tentu saja, bukan sebuah sikap yang bijak, jika kita apriori terhadap sesuatu yang mungkin belum kita kenal dengan baik. Internet memiliki sisi baik dan buruk, namun itu sangat bergantung kepada para pelakunya. Memang, harus diakui bahwa teknologi internet dengan fasilitas windows-nya akan membuat kita sangat mudah menemukan situs-situs yang kontradiktif secara moralitas dengan membukanya pada kesempatan yang sama.
Seorang ahli Internet menceritakan bahwa tahap-tahap awal orang memasuki dunia maya ini, akan mencari situs-situs pornografi dan akan mengalami juga masa "chating" (dengan memakai fasilitas "web chat" atau irc), dan pada akhirnya akan mengalami kejenuhan. setelah itu mulailah ia akan menggunakan Internet sebagai suatu kegiatan "bermanfaat", yaitu untuk mencari informasi-informasi yang ia butuhkan. Selain tentu saja ia akan menggunakan lebih banyak e-mail sebagai alat komunikasi yang ia gunakan sehari-hari.
Sebagai sarana pertukaran informasi yang sangat luas, Internet dapat membuka wawasan seseorang. Berbagai informasi yang dulu sangat sulit ditemui sekarang dapat dengan mudah ditelusuri pada berbagai situs. Bagi seorang sastrawan dengan wawasan yang luas seperti itu, dapat diharapkan kualitas karya seorang sastrawan akan semakin meningkat. Hal yang sangat penting untuk dipersiapkan guna mengakses berbagai informasi tersebut yaitu faktor bahasa. Mengapa demikian? Karena banyak sekali informasi disuguhkan dalam bahasa-bahasa lain non-Indonesia. Sebuah contoh menarik tentang pemanfaatan internet untuk bahan mengerjakan tugas dari sekolah dilakukan oleh seorang siswa SMU dari Surabaya. Ia mengirim e-mail kepada redaksi www.cybersastra.net, isinya meminta informasi alamat situs Suman Hs, seorang sastrawan Indonesia, sebagai bahan untuk membuat tugas pekerjaan rumah. Suatu hal yang menarik, ketika e-mail dan situs telah menjadi perbendaharaam kata yang wajar dalam kehidupan kita saat ini. E-mail (surat elektronik) telah dimanfaatkan banyak orang saat ini. Hal tersebut terutama karena kelebihannya, yaitu dalam hal kecepatan pengiriman. Detik ini dikirim, beberapa detik berikutnya sudah dapat dibaca oleh penerimanya, jika si penerima sedang on-line. Demikian juga halnya dengan situs atau laman, sebutan bagi sites atau homepages di Internet, telah dimanfaatkan banyak orang untuk mencari informasi berbagai hal. Bukan hal yang mengherankan ketika siswa SMU dari Surabaya tersebut akan mencari informasi tentang sastra Indonesia dengan menggunakan fasilitas teknologi yang memberikannya kemudahan.
Siswa SMU ini mungkin dapat dikatakan sebagai bagian dari generasi komputer dan internet. Rhenald Khasali, seorang akademisi pemasaran, menyebut generasi yang lahir tahun 70-80 an sebagai cohort komputer dan Internet. Memang begitulah adanya, pengguna Internet saat ini banyak orang-orang muda bahkan kebanyakan penggagas-penggagas pengembangan Internet adalah orang-orang muda. Dengan latar belakang pendidikan pengguna yang cukup (minimal high school dan kebanyakan perguruan tinggi).
Yang menarik dari e-mailnya itu adalah keinginan untuk mendapatkan informasi alamat situs Suman Hs, yang memuat karya serta biografi sastrawan ternama Indonesia ini. Sebuah keinginan yang wajar. Namun agak susah untuk memenuhinya. Mungkin kita dapat menggunakan search engine semacam yahoo, google, catcha serta banyak lagi guna mencarinya, dengan keyword "suman hs", "roman", "sastra indonesia", namun adakah alamat situsnya? Atau paling tidak ada situs yang salah satu content-nya tentang sastrawan Indonesia ini. Berapa banyak sastrawan Indonesia yang memiliki situs? Atau paling tidak berapa banyak sastrawan Indonesia yang karya-karyanya dipublikasikan lewat Internet?
Jika kita tengok (kita bisa mencarinya dengan search engine), beberapa sastrawan ternama Indonesia terlihat karya-karyanya muncul di Internet. Beberapa karya Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohammad, Eka Budianta, Sutardji Calzoum Bachri, Rendra, Emha Ainun Nadjib, Dorothea Rosa Herliani, D Zawawi Imron, Agus R Sarjono, Jamal D Rahman serta banyak nama lagi dapat kita temui di sana. Karya-karya mereka tidak hanya dimuat oleh situs lembaga kesenian semacam yang dimiliki Yayasan Lontar yang beralamat di http://www.lontar.org namun juga oleh individu-individu yang membuat situs pribadi. Pembuatan situs individu ini banyak berkembang di tengah kemudahan yang ditawarkan oleh para industrialis Internet, antara lain dengan memberikan penyimpanan gratis content situs-situs tersebut. Tak heran, jika di geocities.com, tripod.com, angelfire.com, theglobe.com serta banyak lagi, dapat kita temui situs-situs pribadi. Dimana individu-individu ini selain memuatkan segala hal tentang dirinya pada situs yang dibuatnya, juga memuatkan puisi buatannya sendiri, serta tak lupa memamerkan puisi-puisi
dari sastrawan ternama yang disukainya. Puisi telah menjadi menu yang banyak disuguhkan pada situs pribadi!
Selain individu-individu tersebut, beberapa lembaga yang bergerak di bidang kesenian juga telah memiliki situs, antara lain Yayasan Lontar, Yayasan Taraju, KSI, Akubaca, Aksara dan Aikon. Lalu, adakah situs khusus sastrawan ternama Indonesia? Ada, kita bisa tengok situs milik Taufiq Ismail yang berlamat di http://www.taufiq.ismail.com (pada kesempatan terakhir menengok, sepertinya situs ini tidak berfungsi lagi), Sobron Aidit di http://lallement.com, Afrizal Malna, Hamid Jabbar, Sitor Situmorang (di http://www.geocities.com), serta Pramoedya Ananta Toer.
Melihat nama-nama sastrawan Indonesia, sebagian besar penyair, telah memiliki situs khusus untuk karya-karyanya, menandakan bahwa bagi sebagian pelaku sastra Indonesia, dunia cyber atau Internet telah menjadi alternatif media untuk publikasi karya, disamping media-media lainnya. Mereka go international dengan karya-karya sastra berbahasa Indonesia! Tunggu dulu, bukan hanya dalam bahasa Indonesia. Jika kita masukkan nama Ahmadun Yosie Herfanda dan Medy Loekito di Search Engine http://www.poetry.com, kita dapat menemukan karya-karya mereka dalam bahasa Inggris. Juga karya Sutardji Calzoum Bachri dalam bahasa Spanyol di sebuah situs Festival Puisi Internasional.
Kita patut pula berbangga bahwa penyair Indonesia telah dideretkan (diberi folder khusus) dengan penyair-penyair dunia lainnya, misalnya Sutardji Calzoum Bachri dan Rendra, dapat kita temukan di http://www.everypoet.com (yang sayangnya belum memuat karya-karya mereka).
Selain para sastrawan ternama Indonesia tersebut, yang telah sering ditemui karya-karyanya pada media buku, koran,majalah dan jurnal itu, kita juga dapat menemui banyak karya sastra di Internet oleh penulis yang mungkin karyanya hanya dapat ditemui di media Internet saja. Para penulis itu antara lain Yono Wardito (Balikpapan), Aranggi Soemarjan (Memphis), Fransisca Oetami (Memphis), Samsul Bahri (Jakarta), Anna Siti Herdiyanti (Ohio) serta banyak lagi. Karya-karya mereka diperkenalkan melalui mailing list penyair@egroups.com, puisikita@egroups.com, serta mailinglist-mailinglist lain yang menjadi wahana diskusi sastra dan penampilan karya sastra yang berlangsung duapuluh empat jam sehari.
Di tengah maraknya gairah berkarya dan berdiskusi duapuluh empat jam sehari ini di Internet ini, tak luput ada juga yang menunjuk bahwa menjamurnya sastra di Internet itu akan menjadi “sampah-sampah” baru bagi sastra Indonesia. Ada seorang sastrawan yang prihatin imbas Internet terhadap sastra. Ia mengatakan dampak pemunculan karya dalam media Internet adalah
dalam hal selektivitas karya yang ditampilkan. Karya sastra yang dimunculkan lewat Internet melalui situs-situs pribadi atau mailing list tidak selalu karya-karya yang baik. Namun, apakah ini bisa disebut sebagai sebuah kelemahan? Tergantung pada perspektif mana kita melihatnya. Bagi
para penikmat sastra atau kritikus sastra yang sangat alergi dengan karya-karya “jelek”, tentu akan membuat mereka segan untuk menelusuri satu persatu situs sastra atau mungkin menerima e-mail karya sastra yang tak terkontrol kualitasnya itu.
Tuduhan bahwa karya-karya sastra di Internet adalah hanya sekedar sampah perlu dibuktikan kebenarannya. Ini merupakan tantangan bagi kritikus sastra untuk membedah karya-karya yang muncul di internet. Namun, sudah adakah kritikus sastra Indonesia yang memanfaatkan Internet sebagai sumber informasi atau bahan kritiknya? Yang tentu saja pertanyaan ini akan berlanjut, berapa banyakkah informasi sastra yang tersedia di Internet yang siap diakses? Pertanyaan yang menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Mungkin, beberapa waktu lagi kita dapat menemukan situs khusus HB Jassin, Chairil Anwar, Suman Hs, Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah dan sastrawan kita lainnya, sebagai karya klasik yang menjadi kebanggaan bangsa, seperti juga karya-karya sastrawan dunia semacam Shakespeare, Jalaluddin Rumi, Pablo Neruda, Octavio Paz yang saat ini dengan mudah dicari dalam berbagai situs di Internet, dengan tanpa mengeluarkan biaya selain pulsa telepon dan biaya langganan ke provider. Kecenderungan pengguna Internet tertarik dengan kemudahan, kenyamanan dan hemat biaya ini, merupakan hal yang perlu dicermati bagi pengembangan sastra di dunia maya ini.
Kecenderungan para pengguna internet untuk mencari informasi dengan mudah dan berbiaya murah ini seakan bersambut dengan kecenderungan para "Sastrawan Internet" yang tak mengharapkan honor dari tulisannya di Internet (entahlah kalau sudah berbentuk cetakan?) Banyak penulis di Internet yang menyuguhkan esei serta karya-karya sastra yang tak kalah bagus dengan artikel di media cetak. Sebutlah misalnya, selain nama-nama yang telah disebutkan di muka, di internet dapat terlihat juga karya-karya "Proletar" internaut kontroversial yang sering menulis di Indonesia-L (http://www.indopubs.com) , Deo Et Patria, Saut Situmorang, Sobron Aidit, Hersri Setiawan dll, yang rajin membuat esei-esei atau sajak di berbagai mailing list. Pada beberapa nama, mungkin telah lama menggunakan media massa kertas sebagai tempat curahan tulisannya, antara lain Saut Situmorang dan Sobron Aidit . Teknologi Internet memungkinkan banyak penulis diaspora, yang entah karena alasan politik, ekonomi atau hal lain harus pergi meninggalkan tanah air Indonesia, saling berbagi karya melalui mailing list dan situs dalam bahasa ibu yang dikuasainya. Internet mempertemukan kembali karya para penulis-penulis ini, yang akan sangat sukar ditemui di media cetak, karena label plat merah atau masuk daftar hitam penguasa di masa orde baru.
Ada beberapa hal lain yang belum sempat diungkapkan di sini yang merupakan kecenderungan para penggiat sastra di internet atau dunia cyber, antara lain kegiatan mereka akan dipengaruhi oleh munculnya istilah-istilah khas yang muncul dari dunia maya ini, antara lain copy left, copy wrong , share ware, free ware, online interaction dan istilah lain yang pada banyak hal akan membedakan mereka dengan penggiat sastra yang selama ini ada.
Demikianlah, banyak hal baru yang akan ditemui di dunia cyber. Kita tak pernah tahu tentang masa depan, tapi dapat memimpikan serta mewujudkan apa yang kita inginkan. Eksplorasi sastra dengan menggunakan media baru sebagai dunia impian antah berantah ini bisa menjadi sangat menggairahkan. Berani menerima tantangan?
Siapa takut!
Salah satu keunggulan pemanfaatan teknologi Internet adalah adanya pemotongan jalur distribusi. Rentang jalur distribusi pemasaran konvensional yang dulu sangat panjang akan terpotong dengan sendirinya karena produsen akan berhadap-hadapan dengan konsumennya secara langsung baik b to c (bussines to consumer) maupun b to b (business to business). Belum lagi pemanfaatan jaringan (networking) yang akan akan menjadi networking relationship, di mana akan terjadi sinergi dari berbagai potensi yang ada. Dengan menggunakan teknologi Internet ini bisa kita maksimalkan untuk pendistribusian karya sastra ke seluruh penjuru dunia. sesuatu hal yang akan sangat mahal jika dilakukan secara konvensional. E-book, situs, mailing list, e-mail, digital library akan semakin memudahkan kita untuk mengakses banyak informasi dan memperkaya wawasan kita. dan itu harus ada yang memulai, dan harus ada yang terus menerus mengembangkan. Ya, dengan menggunakan internet kita dapat mengatasi kesulitan masalah sosialisasi yang banyak dikeluhkan oleh banyak penulis yaitu dengan cara distribusi langsung ke mailbox-mailbox para pelanggannya atau menyajikan karyanya di situs yang dapat diakses 24 jam sehari semalam. Dalam hal ini penulis dan pembaca akan saling diuntungkan. Penulis dapat menyebarkan karyanya ke banyak orang dan pembaca menerima karya secara langsung dalam kotak surat elektroniknya. Jika karya itu tercantum dalam situs, maka dengan sedikit usaha mencari melalui search engine, maka kita dapat surfing ke berbagai situs yang dibutuhkan tanpa dihalangi oleh keterbatasan waktu dan jarak, yang akan sulit ditemui pada penerbitan, toko buku atau perpustakaan konvensional.
Lintas informasi yang sangat cepat antar komputer yang terhubung dalam jaringan Internet ini menciptakan fenomena-fenomena baru, baik yang baik maupun yang buruk. Bagaimana seorang sastrawan harus menyikapi media Internet ini? Konon, seorang sastrawan kondang dari belahan dunia Barat sana pernah apriori dan alergi dengan media bernama Internet ini. Tentu saja, bukan sebuah sikap yang bijak, jika kita apriori terhadap sesuatu yang mungkin belum kita kenal dengan baik. Internet memiliki sisi baik dan buruk, namun itu sangat bergantung kepada para pelakunya. Memang, harus diakui bahwa teknologi internet dengan fasilitas windows-nya akan membuat kita sangat mudah menemukan situs-situs yang kontradiktif secara moralitas dengan membukanya pada kesempatan yang sama.
Seorang ahli Internet menceritakan bahwa tahap-tahap awal orang memasuki dunia maya ini, akan mencari situs-situs pornografi dan akan mengalami juga masa "chating" (dengan memakai fasilitas "web chat" atau irc), dan pada akhirnya akan mengalami kejenuhan. setelah itu mulailah ia akan menggunakan Internet sebagai suatu kegiatan "bermanfaat", yaitu untuk mencari informasi-informasi yang ia butuhkan. Selain tentu saja ia akan menggunakan lebih banyak e-mail sebagai alat komunikasi yang ia gunakan sehari-hari.
Sebagai sarana pertukaran informasi yang sangat luas, Internet dapat membuka wawasan seseorang. Berbagai informasi yang dulu sangat sulit ditemui sekarang dapat dengan mudah ditelusuri pada berbagai situs. Bagi seorang sastrawan dengan wawasan yang luas seperti itu, dapat diharapkan kualitas karya seorang sastrawan akan semakin meningkat. Hal yang sangat penting untuk dipersiapkan guna mengakses berbagai informasi tersebut yaitu faktor bahasa. Mengapa demikian? Karena banyak sekali informasi disuguhkan dalam bahasa-bahasa lain non-Indonesia. Sebuah contoh menarik tentang pemanfaatan internet untuk bahan mengerjakan tugas dari sekolah dilakukan oleh seorang siswa SMU dari Surabaya. Ia mengirim e-mail kepada redaksi www.cybersastra.net, isinya meminta informasi alamat situs Suman Hs, seorang sastrawan Indonesia, sebagai bahan untuk membuat tugas pekerjaan rumah. Suatu hal yang menarik, ketika e-mail dan situs telah menjadi perbendaharaam kata yang wajar dalam kehidupan kita saat ini. E-mail (surat elektronik) telah dimanfaatkan banyak orang saat ini. Hal tersebut terutama karena kelebihannya, yaitu dalam hal kecepatan pengiriman. Detik ini dikirim, beberapa detik berikutnya sudah dapat dibaca oleh penerimanya, jika si penerima sedang on-line. Demikian juga halnya dengan situs atau laman, sebutan bagi sites atau homepages di Internet, telah dimanfaatkan banyak orang untuk mencari informasi berbagai hal. Bukan hal yang mengherankan ketika siswa SMU dari Surabaya tersebut akan mencari informasi tentang sastra Indonesia dengan menggunakan fasilitas teknologi yang memberikannya kemudahan.
Siswa SMU ini mungkin dapat dikatakan sebagai bagian dari generasi komputer dan internet. Rhenald Khasali, seorang akademisi pemasaran, menyebut generasi yang lahir tahun 70-80 an sebagai cohort komputer dan Internet. Memang begitulah adanya, pengguna Internet saat ini banyak orang-orang muda bahkan kebanyakan penggagas-penggagas pengembangan Internet adalah orang-orang muda. Dengan latar belakang pendidikan pengguna yang cukup (minimal high school dan kebanyakan perguruan tinggi).
Yang menarik dari e-mailnya itu adalah keinginan untuk mendapatkan informasi alamat situs Suman Hs, yang memuat karya serta biografi sastrawan ternama Indonesia ini. Sebuah keinginan yang wajar. Namun agak susah untuk memenuhinya. Mungkin kita dapat menggunakan search engine semacam yahoo, google, catcha serta banyak lagi guna mencarinya, dengan keyword "suman hs", "roman", "sastra indonesia", namun adakah alamat situsnya? Atau paling tidak ada situs yang salah satu content-nya tentang sastrawan Indonesia ini. Berapa banyak sastrawan Indonesia yang memiliki situs? Atau paling tidak berapa banyak sastrawan Indonesia yang karya-karyanya dipublikasikan lewat Internet?
Jika kita tengok (kita bisa mencarinya dengan search engine), beberapa sastrawan ternama Indonesia terlihat karya-karyanya muncul di Internet. Beberapa karya Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohammad, Eka Budianta, Sutardji Calzoum Bachri, Rendra, Emha Ainun Nadjib, Dorothea Rosa Herliani, D Zawawi Imron, Agus R Sarjono, Jamal D Rahman serta banyak nama lagi dapat kita temui di sana. Karya-karya mereka tidak hanya dimuat oleh situs lembaga kesenian semacam yang dimiliki Yayasan Lontar yang beralamat di http://www.lontar.org namun juga oleh individu-individu yang membuat situs pribadi. Pembuatan situs individu ini banyak berkembang di tengah kemudahan yang ditawarkan oleh para industrialis Internet, antara lain dengan memberikan penyimpanan gratis content situs-situs tersebut. Tak heran, jika di geocities.com, tripod.com, angelfire.com, theglobe.com serta banyak lagi, dapat kita temui situs-situs pribadi. Dimana individu-individu ini selain memuatkan segala hal tentang dirinya pada situs yang dibuatnya, juga memuatkan puisi buatannya sendiri, serta tak lupa memamerkan puisi-puisi
dari sastrawan ternama yang disukainya. Puisi telah menjadi menu yang banyak disuguhkan pada situs pribadi!
Selain individu-individu tersebut, beberapa lembaga yang bergerak di bidang kesenian juga telah memiliki situs, antara lain Yayasan Lontar, Yayasan Taraju, KSI, Akubaca, Aksara dan Aikon. Lalu, adakah situs khusus sastrawan ternama Indonesia? Ada, kita bisa tengok situs milik Taufiq Ismail yang berlamat di http://www.taufiq.ismail.com (pada kesempatan terakhir menengok, sepertinya situs ini tidak berfungsi lagi), Sobron Aidit di http://lallement.com, Afrizal Malna, Hamid Jabbar, Sitor Situmorang (di http://www.geocities.com), serta Pramoedya Ananta Toer.
Melihat nama-nama sastrawan Indonesia, sebagian besar penyair, telah memiliki situs khusus untuk karya-karyanya, menandakan bahwa bagi sebagian pelaku sastra Indonesia, dunia cyber atau Internet telah menjadi alternatif media untuk publikasi karya, disamping media-media lainnya. Mereka go international dengan karya-karya sastra berbahasa Indonesia! Tunggu dulu, bukan hanya dalam bahasa Indonesia. Jika kita masukkan nama Ahmadun Yosie Herfanda dan Medy Loekito di Search Engine http://www.poetry.com, kita dapat menemukan karya-karya mereka dalam bahasa Inggris. Juga karya Sutardji Calzoum Bachri dalam bahasa Spanyol di sebuah situs Festival Puisi Internasional.
Kita patut pula berbangga bahwa penyair Indonesia telah dideretkan (diberi folder khusus) dengan penyair-penyair dunia lainnya, misalnya Sutardji Calzoum Bachri dan Rendra, dapat kita temukan di http://www.everypoet.com (yang sayangnya belum memuat karya-karya mereka).
Selain para sastrawan ternama Indonesia tersebut, yang telah sering ditemui karya-karyanya pada media buku, koran,majalah dan jurnal itu, kita juga dapat menemui banyak karya sastra di Internet oleh penulis yang mungkin karyanya hanya dapat ditemui di media Internet saja. Para penulis itu antara lain Yono Wardito (Balikpapan), Aranggi Soemarjan (Memphis), Fransisca Oetami (Memphis), Samsul Bahri (Jakarta), Anna Siti Herdiyanti (Ohio) serta banyak lagi. Karya-karya mereka diperkenalkan melalui mailing list penyair@egroups.com, puisikita@egroups.com, serta mailinglist-mailinglist lain yang menjadi wahana diskusi sastra dan penampilan karya sastra yang berlangsung duapuluh empat jam sehari.
Di tengah maraknya gairah berkarya dan berdiskusi duapuluh empat jam sehari ini di Internet ini, tak luput ada juga yang menunjuk bahwa menjamurnya sastra di Internet itu akan menjadi “sampah-sampah” baru bagi sastra Indonesia. Ada seorang sastrawan yang prihatin imbas Internet terhadap sastra. Ia mengatakan dampak pemunculan karya dalam media Internet adalah
dalam hal selektivitas karya yang ditampilkan. Karya sastra yang dimunculkan lewat Internet melalui situs-situs pribadi atau mailing list tidak selalu karya-karya yang baik. Namun, apakah ini bisa disebut sebagai sebuah kelemahan? Tergantung pada perspektif mana kita melihatnya. Bagi
para penikmat sastra atau kritikus sastra yang sangat alergi dengan karya-karya “jelek”, tentu akan membuat mereka segan untuk menelusuri satu persatu situs sastra atau mungkin menerima e-mail karya sastra yang tak terkontrol kualitasnya itu.
Tuduhan bahwa karya-karya sastra di Internet adalah hanya sekedar sampah perlu dibuktikan kebenarannya. Ini merupakan tantangan bagi kritikus sastra untuk membedah karya-karya yang muncul di internet. Namun, sudah adakah kritikus sastra Indonesia yang memanfaatkan Internet sebagai sumber informasi atau bahan kritiknya? Yang tentu saja pertanyaan ini akan berlanjut, berapa banyakkah informasi sastra yang tersedia di Internet yang siap diakses? Pertanyaan yang menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Mungkin, beberapa waktu lagi kita dapat menemukan situs khusus HB Jassin, Chairil Anwar, Suman Hs, Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah dan sastrawan kita lainnya, sebagai karya klasik yang menjadi kebanggaan bangsa, seperti juga karya-karya sastrawan dunia semacam Shakespeare, Jalaluddin Rumi, Pablo Neruda, Octavio Paz yang saat ini dengan mudah dicari dalam berbagai situs di Internet, dengan tanpa mengeluarkan biaya selain pulsa telepon dan biaya langganan ke provider. Kecenderungan pengguna Internet tertarik dengan kemudahan, kenyamanan dan hemat biaya ini, merupakan hal yang perlu dicermati bagi pengembangan sastra di dunia maya ini.
Kecenderungan para pengguna internet untuk mencari informasi dengan mudah dan berbiaya murah ini seakan bersambut dengan kecenderungan para "Sastrawan Internet" yang tak mengharapkan honor dari tulisannya di Internet (entahlah kalau sudah berbentuk cetakan?) Banyak penulis di Internet yang menyuguhkan esei serta karya-karya sastra yang tak kalah bagus dengan artikel di media cetak. Sebutlah misalnya, selain nama-nama yang telah disebutkan di muka, di internet dapat terlihat juga karya-karya "Proletar" internaut kontroversial yang sering menulis di Indonesia-L (http://www.indopubs.com) , Deo Et Patria, Saut Situmorang, Sobron Aidit, Hersri Setiawan dll, yang rajin membuat esei-esei atau sajak di berbagai mailing list. Pada beberapa nama, mungkin telah lama menggunakan media massa kertas sebagai tempat curahan tulisannya, antara lain Saut Situmorang dan Sobron Aidit . Teknologi Internet memungkinkan banyak penulis diaspora, yang entah karena alasan politik, ekonomi atau hal lain harus pergi meninggalkan tanah air Indonesia, saling berbagi karya melalui mailing list dan situs dalam bahasa ibu yang dikuasainya. Internet mempertemukan kembali karya para penulis-penulis ini, yang akan sangat sukar ditemui di media cetak, karena label plat merah atau masuk daftar hitam penguasa di masa orde baru.
Ada beberapa hal lain yang belum sempat diungkapkan di sini yang merupakan kecenderungan para penggiat sastra di internet atau dunia cyber, antara lain kegiatan mereka akan dipengaruhi oleh munculnya istilah-istilah khas yang muncul dari dunia maya ini, antara lain copy left, copy wrong , share ware, free ware, online interaction dan istilah lain yang pada banyak hal akan membedakan mereka dengan penggiat sastra yang selama ini ada.
Demikianlah, banyak hal baru yang akan ditemui di dunia cyber. Kita tak pernah tahu tentang masa depan, tapi dapat memimpikan serta mewujudkan apa yang kita inginkan. Eksplorasi sastra dengan menggunakan media baru sebagai dunia impian antah berantah ini bisa menjadi sangat menggairahkan. Berani menerima tantangan?
Siapa takut!